Simple Miracles Ayu Utami
Saya memang sudah jatuh cinta pada ayu utami @bilangan.fu sejak
Saman. Waktu itu saya masih SMA dan mendengar desas desus melalui
majalah dan televisi kalau ada buku best seller sedang beredar di toko
buku. Bukunya sudah terjual ribuan eksemplar, sudah diterjemahkan ke
beberapa bahasa, begitu menurut ingatan saya. Kisah cinta lebih
menguasai pikiran saya dibanding perkara-perkara politik yang kental
menwarnai ceritanya. Beberapa "cerita" dari kitab suci yang dibikin
vulgar membuat saya yang masih remaja
dan meledak-ledak berdecak kagum. Saman saya baca beberapa kali pada
usia yang berbeda, dan saya mempunya kesan yang berbeda dan lebih
mendalam setiap kali selesai membacanya.
.
.
Bagaimanapun saya tumbuh dan mungkin akan menua dengan tulisan-tulisan ayu utami. Waktu sudah berkeluarga dan punya anak saya sudah membaca novel-novelnya yang lain, seperti Larung dan Maya. Lalu seorang teman meminjamkan Enrico yang berbuntut dengan saya membeli Eks Parasit Lajang. Pada bagian kisah tentang piano tua di dalam gereja yang tak terduga bisa kembali berdenting untuk mengiringinya menuju altar, air mata saya tumpah ruah entah karena apa.
.
.
Walaupun saya juga fanatik dengan seri Supernova Dewi Lestari dan geleng-geleng kepala karena kagum akan keahlian Eka Kurniawan menyajikan situasi politik dan sejarah dalam balutan cerita pelacur, tulisan Ayu Utami tetap saja seperti ibu, seperti saudara atau sahabat untuk saya. Kesimpulan ini baru saya buat ketika beberapa hari ini saya membaca buku Simple Miracles ini.
.
.
Suami saya membelikan buku ini sudah lebih dari setahun uang lalu (ya iya dia memang tahu saya suka Ayu Utami), namun saya baru sempat membacannya beberapa hari yang lalu. Pada awalnya buku ini tak tampak terlalu menarik. Wah, Ayu Utami kok bicara tentang doa dan arwah. Tapi pendapat itu segera pupus pada dua atau tiga halaman awal. Ya, saya sepertinya tumbuh bersama tulisan-tulisannya, juga dari sisi spiritualitasnya.
.
.
Bagaimanapun saya tumbuh dan mungkin akan menua dengan tulisan-tulisan ayu utami. Waktu sudah berkeluarga dan punya anak saya sudah membaca novel-novelnya yang lain, seperti Larung dan Maya. Lalu seorang teman meminjamkan Enrico yang berbuntut dengan saya membeli Eks Parasit Lajang. Pada bagian kisah tentang piano tua di dalam gereja yang tak terduga bisa kembali berdenting untuk mengiringinya menuju altar, air mata saya tumpah ruah entah karena apa.
.
.
Walaupun saya juga fanatik dengan seri Supernova Dewi Lestari dan geleng-geleng kepala karena kagum akan keahlian Eka Kurniawan menyajikan situasi politik dan sejarah dalam balutan cerita pelacur, tulisan Ayu Utami tetap saja seperti ibu, seperti saudara atau sahabat untuk saya. Kesimpulan ini baru saya buat ketika beberapa hari ini saya membaca buku Simple Miracles ini.
.
.
Suami saya membelikan buku ini sudah lebih dari setahun uang lalu (ya iya dia memang tahu saya suka Ayu Utami), namun saya baru sempat membacannya beberapa hari yang lalu. Pada awalnya buku ini tak tampak terlalu menarik. Wah, Ayu Utami kok bicara tentang doa dan arwah. Tapi pendapat itu segera pupus pada dua atau tiga halaman awal. Ya, saya sepertinya tumbuh bersama tulisan-tulisannya, juga dari sisi spiritualitasnya.
Dan entah bagaimana saya selalu relatif sependapat dengan
opininya.Seperti yang ini, " ...Spiritualisme kritis adalah penghargaan
terhadap yang spiritual tanpa mengkhianati nalar kritis."
Kebetulan, ndilalah eh ndilalah kondisi iman saya yang sering dihantui ragu dan cemas ada pada pusaran yang sama.
Tabik Mbak Ayu Utami, I do love your writings 💓💓💓
Kebetulan, ndilalah eh ndilalah kondisi iman saya yang sering dihantui ragu dan cemas ada pada pusaran yang sama.
Tabik Mbak Ayu Utami, I do love your writings 💓💓💓
Comments
Post a Comment