Lembata

Lembata
Kapan hari sempat dengar cerita tentang anak-anak di Lembata dari Chee Nardi Liman. Tentang permainan-permainan yang mereka mainkan di waktu kecil, tentang keadaan desanya, tentang listrik yang baru masuk ketika ia duduk di kelas 4 atau 5 SD, saat itu sudah tahun 2005. Tentang keadaan jalan yang rusak, tentang angkutan umum yang sekedar truk diberi tenda dan bangku sederhana di dalamnya, tentang pohon-pohon kemiri yang ditanam di banyak kebun warga. Tentang buku yang hanya bisa dibeli di ibu kota kabupaten. Dan tentang tradisi berburu ikan paus yang legendaris itu beserta tradisi dan ritualnya yang kadang bisa bikin bingung filsuf-filsuf.
Aah...dia dan aku sama-sama warga negara Indonesia. Sedari kecil aku menikmati listrik. Lilin, lampu teplok itu hanya dipakai saat listrik padam. Petromax itu hanya aku kenal dipakai pedagang-pedagang martabak untuk menerangi gerobak mereka, bukan untuk penerangan acara-acara kampung yang diadakan malam hari. Dan walaupun di masa kecilku aku tinggal di desa, toh jalan raya yang menghubungkan desa dan kota itu sudah dibalur aspal halus tidak berbatu. Buku-buku juga bisa kudapat dengan mudah. Saat itu masih tahun 1988-an.
Aah... lalu aku bertanya
Do you really know Indonesia? I said, "Not really!"
Bahkan aku tak tahu kalau ada Kabupaten Lembata ada di sala satu titik di peta Indonesia yang kupelajari dari tahun ke tahun di kelas geografi
Terima kasih ya sudah memperkenalkan Indonesia lewat ceritanya Fr. Chee Nardi Liman, kapan kita sambung lagi

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Tuhan di km 63

Telinga

Lintang