Posts

Showing posts from February, 2017

A Conversation with Myself

Sekolah saja tidak cukup Karena jika kamu bersekolah tapi rasa ingin tahumu tak tumbuh besar maka patutlah kamu bertanya pada dirimu sendiri, "Apa perlunya aku bersekolah?" Bekerja saja tidak cukup Karena jika kamu bekerja tapi rasa suka citamu tak bernyala-nyala sehingga banyak hal baik bisa kamu bagi pada sesama, maka patutlah kamu bertanya pada dirimu sendiri, "Aku sedang apa?" Hidup saja tidak cukup Karena jika kamu hidup tapi hidupmu dipenuhi kekhawatiran sehingga hari-harimu terbuang sia-sia, maka segeralah bertelut dan mohon pertolongan dari Penciptamu

Titik Embun

Titik Embun Lantunan berat suara Muazin sayup terdengar mengumandangkan azan pada suatu subuh, syahdu. Barangkali lantunan suara merdunya yang membangunkan seorang koster gereja. Bergegas pula ia menyiapkan rupa-rupa perangkat misa ibadah pagi. Pada tepi jalan antara masjid dan gereja, selembar daun yang melekat pada batang dan akar yang bergantung pada bumi menggeliat ditiup angin yang menghalau kabut. Saat geliatnya, terbentuk setitik embun di atasnya. Manusia tak dapat me nghitung waktunya. Terlalu cepat? Terlalu lambat? Sapa embun pada daun, "Selamat pagi." Daun hijau berhenti menggeliat dan berbisik, "Embun?" Titik embun bergoyang kecil di atas geliat daun yang terhenti tiba-tiba. "Iya," katanya riang. Daun hijau menggeliat lagi. "Oh," jawabnya singkat. Titik embun menggelitiknya, "Ah, kenapa kau begitu pendiam." Daun hijau berhenti bergoyang, tak ada semilir angin yang membantunya. Ia memilih diam. "Tid

In Memoriam of dokter Kayanto Soedarsono

Image
Di tepi ranjang itu tiba-tiba ada seseorang yang menggengam tanganku. Suara tangis seorang anak kecil yang entah sakit apa di ruang gawat darurat itu memekakkan telingaku. Aku membalas genggaman tangan itu. Mataku hanya bisa melihat bayang-bayang. "Dokter?" Kataku. "Iya," katanya. Oh, benar ini seorang dokter. "Ini gimana?" Tanyaku. "Nanti dioperasi," katanya. "Bisa?" Tanyaku lagi. "Bisa, bisa, itu seperti bibir sumbing." Aku tetap belum bisa melihat wajahnya, aku hanya mengg engam tangannya. Aku terus bertanya, "Ini saya bisa mati, ya?" "Bisa, bisa, 50 tahun lagi," katanya sambil tertawa kecil. Dalam keadaan setengah sadar dan masih belum pulih dari amnesia retrograde saya membuat keputusan untuk tinggal di rumah sakit itu dan dioperasi oleh dokter itu. "Ke Carolus saja, Mbak," kata seorang rekan kerja. "Nggak, Pak, saya mau di sini aja sama dokter yang ini (saya bahka