Kasih Tuhan di km 63
Kasih
Tuhan di KM 63 Cikampek-Jakarta
“Tuhan memang ada di mana-mana, dan Ia begitu baik, sehingga
mengizinkan saya melihat wajah-Nya pada wajah sesama saya”, kata Lia dalam
hati.
Nama saya Lia, 25 tahun. Bekerja di sebuah
perusahaan Penerbitan sejak Januari 2006. Selama ini ada banyak hal yang sudah
terjadi dalam hidup saya. Tetapi, dari sekian banyak peristiwa dalam hidup
saya, belum ada satu pun yang bisa membuka kesadaran dan mematahkan keraguan
saya bahwa berpasrah dan beriman itu memang bisa dan seharusnya dilakukan.
Maka sungguh saya tidak akan melupakan hari itu:
Rabu, 28 Maret 2007. Sudah lebih dari satu tahun saya bekerja di tempat ini.
Selama itu juga sudah sekian kali saya bepergian ke luar kota dalam rangka
kerja. Tapi kali ini, kepergian saya ke Jakarta yang rencananya hanya satu hari
satu malam tidak berjalan sebagaimana biasanya.
Kami berangkat berempat. Saya bersama satu orang
teman kantor, seorang atasan, dan seorang sopir. Semua berjalan seperti biasa,
dan seperti biasanya pula, saya tertidur nyenyak di dalam mobil yang kami
tumpangi. Tetapi, dini hari saat hari masih gelap saya terbangun dalam keadaan
yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Saya didudukkan di atas aspal dengan kaki kanan
patah, serta pipi kanan hingga langit-langit mulut dan dagu terkoyak serta
rahang bawah patah. Saya bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang
sesungguhnya telah menimpa diri saya karena saat itu saya tidak bisa mengingat
apa-apa. Sampai beberapa saat, akhirnya saya sampai di UGD RS CITO, Karawang,
berkat bantuan dan pertolongan kedua orang teman seperjalanan yang kondisinya
lebih baik, dengan menumpang ambulans yang belakangan saya ketahui sebagai
Ambulans Jasa Marga. Baru kemudian saya mulai mampu mengingat kembali
perjalanan kami ke Jakarta malam sebelumnya, karena saya tidak bisa mengingat
saat teman saya mencoba membantu agar saya tidak kehilangan kesadaran di lokasi
kejadian. Pada saat itu saya juga tahu bahwa salah seorang atasan saya sudah
meninggal karena kecelakaan yang kami alami di KM 63 Tol Cikampek. Mobil yang
kami tumpangi menurut informasi telah menabrak sebuah truk.
Pagi itu, walaupun dalam keadaan sakit serta
antara sadar dan tidak sadar, pikiran dan perasaan saya sangat tenang. Saya
merasakan kasih Tuhan saat itu. Bagaimana tidak, Tuhan telah menolong saya
dengan berkat kekuatan dan ketenangan yang luar biasa. Hanya tersisa sedikit
rasa takut dan cemas, tanpa rasa marah, kecewa maupun menyesal. Suatu hal yang
sangat jarang terjadi dalam keseharian saya yang sering diliputi rasa bersalah
dan kecemasan. Dengan segala kekurangan
dan dosa saya ternyata Tuhan tetap mencintai saya, dan dengan itu hidup dan
pandangan hidup saya telah diubahkan.
Di samping itu, saya sangat yakin dan percaya
bahwa Tuhan telah mengirimkan penolong-penolong-Nya pada saat yang sangat
tepat, antara lain: bantuan dari rekan-rekan, baik dari Bandung maupun Jakarta,
yang tiba setelah menerima kabar tentang kecelakaan tersebut.
Lebih dari semua itu, ada satu hal yang tidak
akan saya lupakan... Setelah beberapa saat berada di UGD dan menjalani
serangkaian prosedur, di sisi kanan tempat tidur saya tiba-tiba [menurut
ingatan saya] berdiri seseorang yang entah mengapa langsung saya yakini sebagai
dokter yang akan menolong saya. Sungguh aneh, tetapi dugaan saya memang benar.
Sepanjang waktu saya genggam tangan dokter itu kuat-kuat, dan saya sempat
bertanya tentang bagaimana dengan luka-luka saya apakah bisa pulih kembali,
saya bertanya tentang apakah ada kemungkinan saya bisa mati karena itu, bahkan
kami bisa sedikit berbicara tentang hal-hal yang tidak berhubungan dengan
keadaan saya saat itu. Maka, entah mengapa saya menjadi semakin yakin dan
percaya saya ingin dirawat di Rumah Sakit itu oleh dokter tadi. Bahkan waktu
saya diminta untuk dipindahkan ke sebuah Rumah Sakit yang lebih besar di
Jakarta saya menolak. Keputusan yang tanpa pikir panjang ... tetapi ternyata
keputusan itu menjadi tepat. Saya yakin saat itu saya sungguh tidak sendirian, tetapi Tuhan ada bersama
saya dan mengatur semuanya, bersama dengan orang-orang yang ada di tempat itu
dan menyertai saya melewati semuanya. Ini benar-benar mengingatkan saya tentang
betapa kecilnya kita manusia tanpa bantuan Tuhan, dan betapa hidup dan mati
memang hanya ada di tangan-Nya.
Akhirnya, saya dioperasi dan dirawat di RS CITO Karawang
oleh dr. Kayanto Soedarsono, Sp.B. Pada saat akan dipindahkan ke meja operasi
saya buat tanda salib dan saya katakan dalam hati, ”Tuhan Yesus, tolong saya.
Ampuni dosa saya. Tetapi, kalau saya harus mati dalam operasi ini maka saya
siap.” Sementara itu pada saat yang bersamaan petugas di kamar bedah
mengucapkan ”Bismillahirrahmanirrahim.” Dan, untuk pertama kalinya dalam hidup
ini, saya boleh merasakan nikmat dan tenangnya berpasrah.
Ternyata operasi itu
dan operasi berikutnya oleh drg. Edi berjalan dengan
sangat baik. Hari-hari ini saya masih menjalani proses pemulihan fisik. Akan
tetapi, besarnya kasih Tuhan di Tol KM 63 Cikampek-Jakarta telah membarui jiwa
saya. Tuhan sudah berkenan memberikan berkat kepasrahan, kesabaran, keimanan,
dan tentu saja cinta kasih melalui sangat banyak orang.
Di mata banyak orang kejadian yang saya alami ini
mungkin tampak seperti musibah, akan tetapi bagi diri saya kejadian ini adalah
anugerah bukti cinta Tuhan yang sangat besar. Tidak ada kata-kata yang mampu
melukiskan cinta-Nya, hanya dengan hati yang berpasrah saja maka kita dapat
merasakannya. Ternyata Tuhan
itu memang ada di mana saja, kapan saja, dan untuk orang yang paling berdosa
sekali pun. Sejak saat itu saya selalu berusaha mengingat damai dan bahagia
sejati berpasrah kepada Tuhan, memandang semua ciptaan-Nya, termasuk sesama
kita adalah baik adanya dan bahwa kita tidak dapat hidup tanpa bantuan mereka.
Hidup ini menjadi lebih berarti saat saya mulai mengalami dan belajar arti
berpasrah yang sesungguhnya. Mungkin hanya hal sesederhana itu yang diingini
Tuhan yang begitu mencintai kita.
Terima kasih banyak
buat Mama yang merawat dan mencintai saya, almarhum Papa
yang selalu memberi saya kekuatan, dr. Kayanto, drg. Edi, Teh Nunung, Pak
Tobing dan semua perawat di RS CITO Karawang, keluarga yang menyayangi saya,
semua teman dan rekan kerja, guru-guru serta anak-anak asuhan kami, bagian
fisioterapi, dokter, dan perawat di RS Panti Rapih Jogjakarta. Semua orang yang
sudah mengasihi, menolong, dan berdoa untuk saya. Terima kasih karena sudah menjadi saluran kasih
Tuhan. Semoga Tuhan berkenan memberikan saya kesempatan dan jalan untuk
meneruskan kebaikan mereka semua. Untuk Bapak Yudi Haryana yang sudah dipanggil
Tuhan, semoga Tuhan memberikan tempat yang baik di sisi-Nya, serta ketabahan
dan kepercayaan akan rencana Tuhan untuk keluarga khususnya ibu, istri dan
anak-anak yang ditinggalkan.
Semoga kita semua bisa selalu ingat bahwa hidup
ini adalah milik Tuhan dan seharusnya dipergunakan sebaik-baiknya untuk saling mengasihi,
sehingga bila tiba saatnya nanti kita dapat hidup damai dalam kasih-Nya yang
kekal. Amin.
Yogyakarta, 20 Mei 2007
Lia
Lia
Kesaksian ini pernah dimuat di Majalah Utusan
Kejadian ini bisa menguatkan saya di berbagai situasi
Nice sharing Mbak Lia..
ReplyDelete