Kelahiran DUPER


DUPER lahir di pojok ruang kantor berhawa sejuk, pada suatu sore yang semilir.
Kepala perempuan muda itu dipenuhi oleh kenangan-kenangan masa kecilnya. Buku-buku karangan Enid Blyton yang suka dibacanya. Komik-komik semacam Asterix yang menemani malam-malam menjelang tidurnya. Kisah-kisah pewayangan karya R.A. Kosasih favoritnya, Papanya mendorong dia untuk menyukainya. Ya, dia sangat suka. Cerita "Sepatu Kuning Mungil" yang ada di tengah-tengah Majalah Bobo yang selalu didongengkan Mamanya setiap majalah Bobo itu datang setiap minggunya. Ya, dia sudah jatuh cinta pada buku-buku sejak lama.

Dia selalu takjub dan berpikir bagaimana cara para penulis terkenal itu menciptakan cerita yang menarik dan enak dibaca. Sudah lebih dari 25 tahun ia hidup, dan buku adalah salah satu sumber suka citanya. Akankah ia menulis? Seperti penulis-penulis yang dikaguminya itu?

Beberapa hari sebelum kelahiran Duper, ia berkesempatan mengikuti workshop ilustrasi. Mujur, ia mendapat undangan untuk mengikuti workshop itu. Pembicaranya, Helga Bansch, seorang ilustrator dari Austria. Tapi ia tak pandai menggambar. Tapi tak mengapa, toh ia sangat suka melihat gambar-gambar yang bagus. Helga Bansch bercerita dengan sangat sederhana. Helga Bansch dulunya adalah seorang guru sebelum ia menekuni profesiya sebagai ilustrator dan penulis cerita anak. Dia berkata, tingkah laku murid-muridnya adalah inspirasi untuk buku-buku karyanya.
"Ah," perempuan muda itu terkesiap. "Kelas-kelas juga kesukaannku. Berada bersama murid-murid juga kesenanganku." "Apa aku bisa menulis, ya?"

Di sesi akhir workshop, peserta diminta untuk membuat ilustrasi atas naskah yang sudah tersedia. Dengan susah payah, perempuan muda itu membuat ilustrasi. Tentu saja hasilnya cukup menggelikan, ia tak pandai menggambar. Ia hanya suka mengagumi gambar-gambar yang bagus.
Namun, gambar seorang rekan kerjanya sangat bagus, ia menyukainya. Gambar seekor tikus.

Selang beberapa hari kemudian, gambar tikus itu memunculkan ide. Tikus adalah binatang yang sering dilihat anak. Tikus juga sering bikin seisi rumah heboh. Tikus juga punya sejarah yang cukup baik kalau mengingat kesuksesan Walt Disney menciptakan karakter Mickey Mouse. Kenapa tidak mencoba menulis cerita dengan tokoh seekor tikus?

Maka, sore itu, waktu sebagian penghuni kantor, pulang, ia masih asyik duduk di meja kerjanya di pojok dekat jendela berkaca nako. Berpikir tentang "tikus." Tikus ini harus sedikit berbeda, karena sudah banyak tikus-tikus imajiner yang lalu lalang di buku-buku cerita anak dan di film-film kartun.

Karena waktu kecil ia berbadan gemuk dan sesekali diejek teman-temannya, ia memutuskan kalau tikus ini nanti harus berbadan gemuk. Karena gemuk tak selalu berarti buruk. Lalu ditambahkannya pernak-pernik seperti rambut lurus dan ekor keriting. agar tikus ini jadi lebih unik.

Selanjutnya, tikus itu harus punya nama yang juga unik, aneh, lucu, mudah diingat. Di selembar kertas dia membuat coret-coretan kandidat nama-nama tikus. setelah menyeleksi kurang lebih sepuluh nama, terpilihlah nama DUPER. Entahlah, bagaimana proses tepatnya, tapi padu padan suku kata itu terasa menyenangkan, dan ketika akhirnya dua suku kata du- dan -per itu dipadu padankan terasa pas sekali. Jadilah tikus itu bernama DUPER. Dan perempuan muda itu adalah saya :D.

Dan waktu itu, Duper sedang tumbuh dan berkembang dalam imajinasinya saja. Kelahiran Duper dalam imajinasi itu terjadi kurang lebih 6 tahun yang lalu. Sekarang Anak-anaknya, Randu dan Eda sudah fasih mengucapkan "Dupeng Dupeng" :D 


Tentang ide ceritanya lanjut di postingan berikutnyaa yaaa :)

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Tuhan di km 63

Telinga

Lintang