Randu Vs Bapak
SALAH PAHAM
Randu vs
Bapak
Menyusu memang nikmat
buat Randu. Apalagi kalau ritual menyusu itu dilakukan saat menjelang tidur
malam. Ya, ritual! Karena di usianya saat ini yang hampir 2 tahun, menyusu buat
Randu bukan lagi menjadi kebutuhan, tapi lebih tepatnya disebut kebiasaan yang
menyenangkan dan adiktif. Menyusu gaya adiktif ini sudah punya variasi. Bukan
sekedar mengenyot puting susu, tapi sambil memegang puting susu yang lain.
Kalau sudah begitu, tak lama lagi pasti Randu tertidur.
Malam itu tak seperti
malam-malam biasanya. Biasanya kalau Randu sudah mulai mengantuk yang
ditandakan dengan bermain sambil menangis, ia akan mencari susunya, menyusu dan
tertidur. Tapi malam ini, belum lagi mengantuk Randu sudah ingin menyusu. Maka
menyusulah ia. Tak lama, rupanya Randu mulai bosan dengan aktivitas menyusunya,
mulai segar dan bersemangat lagi untuk bermain. Lompat sana, lompat sini,
lompat di atas kasur, lompat badan Mamanya, berguling ke lantai. Dan, bermaksud
lompat ke atas perut Mama! Padahal saat itu Mama sedang hamil muda. Spontan aku
berteriak memanggil Bapaknya Randu, maksudnya supaya bantu mencegah Randu duduk
di perutku. Rupaya si Bapak bereaksi agak berlebihan, Randu langsung diangkat
dan dijauhkan dariku. Seketika itu Randu meronta dan menangis menjerit!
Maka kejadian salah
paham pun dimulai dari titik itu. Saat Bapak mengangkat Randu dan menjauhkannya
dariku. Bapak bermaksud menjauhkan Randu sebentar supaya Randu tidak duduk dan
melompat di atas perutku. Tapi, Randu berpikiran lain, Randu berpikir Bapak
melarangnya menyusu! Randu yang sakit hati makin meronta dan menangis, berlari
ke arahku yang berbaring di atas kasur. Meraih tempatnya menyusu dan mau
menggigitnya. Si Bapak ikut kalap, Randu diangkat lagi dan diangkat menjauh
dariku, sementara aku berusaha menyelamatkan diri dari gigitan Randu. Dan Randu
jadi tambah yakin kalau Bapak sungguh-sungguh melarangnya menyusu Mama.
Karena sudah sangat
yakin dengan pikirannya, Randu pun berhenti berusaha mendekat ke Mama dan
menangis sejadi-jadinya sambil menghentak-hentakkan kaki dan badannya.
Berguling-guling di kasur dengan marah. Bapak merasa bersalah. Mama terjebak di
antara keduanya. Kami biarkan saja Randu meluapkan rasa marahnya. Karena rasa
marah yang dapat diekspresikan itu baik. Hanya sesekali saja kami bertanya,
“Sudah selesai marahnya?” Randu masih menangis dan berguling. Belum selesai
rupanya marahnya.
Kejadian menangis dan berguling-guling
itu berlangsung kurang lebih 20 menit, sampai
akhirnya Randu berkata, “Udah udah…” [maksudnya sudah selesai marahnya].
Aku bertanya, “O ya…
sekarang mau apa?”
Randu menjawab, “Num
num!” [mau menyusu]
Aku menjawab, “Ya ayo.”
Lalu Randu pun menyusu
sambil sedikit sesenggukan. Randu mulai tenang. Dan aku mulai bicara
pelan-pelan mengurai benang kusut salah paham.
“Randu, Bapak tadi cuma
mau bilangin Randu kalo Randu nggak boleh duduk di perut
Mama.”
Randu masih sesenggukan.
“Randu tetep boleh nyusu Mama sama Bapak.”
Sesenggukan Randu mulai
mereda.
“Ini, sekarang boleh kan
nyusu Mama?”
Randu mulai mau melihat
mataku.
“leh ..”[boleh]
Jogja, sekitar tahun 2012
Comments
Post a Comment