In Memoriam Eyang Sidhi

Suatu hari waktu Eda ada dalam gendonganku saat kami menunggu taksi yang akan mengantar kami ke rumah dokter, Eyang Sidhi melintas lalu menghampiri kami. "Kenapa?" katanya. "Panas, Pak," jawabku.

Lalu Eyang Sidhi memijat Eda. Eda diam saja. Sepertinya rasanya enak. Eyang Sidhi tersenyum. " Nanti sembuh," katanya.

Jauh sebelum Eda bahkan Randu lahir, Eyang Sidhi juga memijat kaki Mama. Pijat refleksi. Sembari memijat Eyang Sidhi bercerita kalau ia sudah menyiapkan satu stel baju di lemarinya. Baju itu adalah baju yang akan dipakainya nanti di peti mati. " Saya tu rindu, mau bertemu Tuhan Yesus. Seperti apa ya?" Dengan senyum lebar yang menunjukkan giginya yang ompong ia bertutur. 

Eyang Sidhi tidak pernah menarik bayaran untuk memijat. Ia melakukannya untuk pelayanan. Eyang Sidhi juga rajin melayani umat , memijat refleksi si gereja. Eyang Sidhi sering berkata, " Tuhan itu sudah sediakan semua obat-obat untuk orang sakit lewat tumbuh-tumbuhan. Tidak perlu khawatir."

Hari ini aku melihat Eyang Sidhi mengenakan satu stel pakaian yang berbeda dari pakaian yang biasa dipakainya. Ia biasa memakai kaos oblong dan celana pendek. Tapi hari ini Eyang Sidhi memakai hem putih lengan panjang dan celana khaki abu-abu. Rapi sekali. Jenggotnya yang putih panjang juga dicukur rapi. Ia berbaring damai dengan wajah yang tampak bersih si dalam peti matinya.

Hari ini, Tuhan menjawab kerinduan Eyang Sidhi. Aku tak bisa lagi menyapanya di belokan jalan menuju rumahku di depan bengkel tempat tinggal dan kerjanya dan aku merasa kehilangan tapi ia sudah bersamaNya melepas rindu yang sudah berpuluh tahun ditahannya. Dan aku ikut gembira.
Selamat bertemu Tuhan Yesus Eyang Sidhi

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Tuhan di km 63

Telinga

Lintang