Hadiah untuk Eda


"Adik itu dulu waktu di perut Mama sukanya tendang-tendang," begitu kubuka ceritaku tentang proses kelahirannya, sambil kuperagakan caranya menendang perutku dari dalam. Aku masih ingat betul rasanya. Eda terkikik senang lalu menirukan gerakan menendang-nendang.

Tapi pagi itu, di hari lahirmu, kamu tidak menendang-nendang. "Waktu itu Adik kesulitan bernapas," kataku. "Terus harus segera dikeluarkan."

Randu ikut nimbrung, " Adik keluarnya lewat mana?" sambil menunjuk bagian perut dan kemaluan. "Lewat perut soalnya dioperasi," jawabku. "Kasihan adik waktu itu," aku menambahkan. Lalu aku menjelaskan tentang kantung dan air ketuban yang kering dan fetal distress. Aku bercerita tentang Eda yang kesulitan bernapas karena sudah menghirup dan menelan cairan ketuban yang tersisa sedikit dan bercampur dengan faecesnya di dalam.kanting yang menempel di rahim. Eda masih mengikuti cerita, manggut-manggut.

Sebentar kemudian, Bapaknya datang, pulang dari tempat kerja. Ceritanya terputus, buka pintu dulu untuk Bapak. Eda berjalan ke sana ke mari mengikutiku dan menarik-narik tanganku, "Ayo cerita lagi pas Adik lahir."

Terus kami bergandengan tangan menuju kamar, merebahkan diri di kasur dan melanjutkan ceritanya. Kali ini bagian Bapak melanjutkan ceritanya. Waktu Eda sudah berhasil.dikeluarkan Mama tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena masih tertidur oleh obat bius.

Bapak bilang, kamar bayi sangat sepi waktu Eda lahir. Cuma Eda saja yang lahir siang itu. Eda dengan selang oksigen di hidung didorong menuju kamar bayi oleh perawat yang berjalan beriringan dengan Bapak. Tangisnya sudah pecah, paru-parunya sudah mulai terbiasa dengan udara di luar rahim Mama. Di kamar bayi, Bapak melihat Eda disuntik entah apa. Bapak melihat Eda dipakaikan gelang warna merah jambu. "Kenapa pakai gelang?" tanya Eda. "Supaya nggak tertukar sama bayi lainnya," jawabku sambil memeluknya erat-erat.

"Ceritain pas aku lahir juga," Randu juga ingin diceritai. Terus kami bercerita tentang Randu yang lahir. Terus kembali lagi ke Eda yang suka menyusu. Terus cerita tentang Randu yang harus tidur di luar karena bayi Eda terganggu oleh Randu yang berisik. Terus tentang bayi Eda lagi. Terus tak putus-putus.

Kemarin, sekarang, atau besok bukan milik kita, Nak.
Kemarin, sekarang, besok adalah milik Tuhan.
Kehidupanmu atau kehidupanku bukanlah milik kita walaupun kau berdenyut dalam rahimku. Kehidupan adalah perjalanan menemukan diri kita masing-masing. Kehidupan adalah perjalanan menemukanNya.

Kamu akan selalu aman dalam tanganNya yang penuh kasih dan aku akan terus merangkai cerita-cerita untuk menemani perjalananmu. Kurasa aku juga sedang menemukan diriku sendiri dan Penciptaku ketika cerita-cerita ini aku rangkai dan kututurkan kepadamu.

Pada hari ketika Eda mulai menapaki empat dengan penuh sayang 😘😘
Jogja, 17 November 2017

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Tuhan di km 63

Telinga

Lintang