Sebelum Menyoal Pajak


Ada seorang ibu yang mempunyai banyak utang. Hingga usia senjanya ia harus bekerja sebagai buruh demi melunasi utang-utangnya.

Suatu hari salah seorang kerabatnya menelepon, mengabarkan kalau salah satu sepupunya yang hidup di tanah rantau jatuh sakit.

Pada orang-orang ia bercerita tentang sepupunya yang sakit itu. Tentang sepupunya yang fisiknya cacat tapi tak pernah mengeluh bekerja menjadi kuli angkut di pasar. Tentang sepupunya yang disuka banyak orang karena bisa diandalkan.

Sang kerabat memohon bantuan uang tiga juta banyaknya untuk pengobatan sepupu yang sakit.
Ibu itu pergi kepada penjaminnya, memohon bantuan untuk memperbesar jumlah utangnya.
Ditambah tiga juta lagi untuk pengobatan sepupunya yang sakit di tanah rantau. Ya, penjaminnya. Karena ia buruh dan bank tak lagi percaya pada kemampuan mengangsurnya.

Tak lama, pinjaman tiga juta rupiah bisa dicairkan. Berseri-seri wajah si ibu hendak mengirim bantuan biaya pengobatan untuk sepupunya. Biaya pengobatan yang kelak akan ia bayar dengan beberapa tahun masa memburuh sampai utang itu lunas.

Ah, aku jadi teringat cerita tentang janda miskin dalam kitab. Kata Yesus pada orang-orang yang berkerumun di tempat itu, "Aku berkata kepadamu sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab mereka semua membayar pajak dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."

Aku berhenti membaca berbagai komentar tentang pajak royalti yang tinggi, guru yang kurang sejahtera, petani yang juga kurang sejahtera, juga ibu negara yang dihina. Mendadak aku juga berhenti berpikir tentang ide ini dan itu. Cerita-cerita yang ingin kutulis. Kegiatan-kegiatan yang ingin aku buat. Aku berhenti dan bertanya,

"Buat apa aku bekerja dan berkarya? Untuk mencari uang kah? Untuk mencari untung kah? Untuk mencari nama kah? Sudahkah membantu orang? Sudahkah melayani? Sudahkah mewujudkan syukur?"

Aku berhenti dan mulai menikmati, meniti jalan kembali ke titik nadir. Kembali pada Dia dan kehendakNya.

#pajak dan #kitabsuci, relevan sepanjang masa. God is unbelievable!!!

Yogyakarta, 8 September 2017
Ketika Tere Liye memutuskan untuk menarik 28 judul bukunya dari 2 penerbit besar di Indonesia 

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Tuhan di km 63

Telinga

Lintang