PRIA-PRIA BERLARS HITAM DAN NATAL


Natal tahun ini, kami memilih untuk merayakanya di Pertapaan Karmel, Ngadirekso, Malang. Merayakan sesungguhnya tak terasa terlalu tepat, mungkin menghayati lebih enak di hati, karena Natal bukan sekedar pesta atau tradisi tapi kelahiran-kelahiran iman dalam jiwa manusia.
Oleh para rohaniwan di pertapaan ini hati diumpamakan palungan, tempat makan ternak konon tempat lahir bayi Yesus. Hari Natal sendiri dimaknai bukan kelahiran fisik semata tapi lebih kelahiran baru dalam hati masing-masing pribadi.

Sudah siapkah palungan hati kita menerima Dia? Dengan demikian segala macam perdebatan tentang tanggal 25 Desember dipilih sebagai hari Natal menurut sejarah dengan berbagai pertimbangan politis langsung bisa dihentikan. Tak peduli kapan tanggalnya tak jadi masalah bukan? Yang terpenting ada Tuhan lahir baru dalam hati.


Tempat ini bagiku seperti oase tempat mereguk kekuatan ilahi buat rasa-rasa tak enak khususnya takut dan cemas. Derai-derai air mata biasa tertumpah menyesali ragu dan lemah. Sementara itu, sejak tiba di kamar tempat kami menginap, aku memperhatikan barisan sepatu lars hitam bersandar di tembok samping kamar kami. Dua kamar dihuni oleh beberapa petugas polisi dan brimob. Rupanya mereka bertugas menjaga keamanan selama kegiatan ibadah berlangsung sejak 23 sampai 25 Desember.

Kalau pagi hari, jumlah sepatu lars hitam yang bersandar di tembok bertambah, mereka istirahat bergantian dengan rekan yang bertugas pagi hari. Waktu sore sebelum misa malam natal dilangsungkan, mereka sibuk menyisir kapel memastikan tak.ada benda berbahaya yang bisa mencelakai umat.

Ketika kami berdoa, ibadat, misa mereka sibuk berpatroli ke sana kemari dengan bersenjata lengkap. Hingga pagi tadi, ketika misa pagi natal dilangsungkan, kulihat mereka juga masih sibuk berpatroli masih dengan senjata lengkap ke sana kemari, bersama Banser NU dan Pemuda Pancasila.
Pastor bilang dalam kotbahnya kalau Natal berarti cahaya, dan kami sendirilah Natal itu untuk keluarga kami. Dan aku melihat Natal dalam diri mereka yang bersepatu lars hitam, berpatroli ke sana kemari, meninggalkan keluarga mereka untuk menjaga keselamatan kami. Lalu aku menghela napas panjang sambil.mengintip palungan dalam.hatiku yang mungkin tak cukup layak untuk menyambut Tuhanku.

Hidup di negeri ini dengan memeluk keyakinan ini tidak pernah mudah, tapi dalam pelik itu justru kita bisa melihat cahaya. Kali ini cahaya itu berpendar dari pria-pria berlars hitam.
SELAMAT NATAL, Semoga damai dan kasih Kristus beserta kita selalu

Image may contain: indoor

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Tuhan di km 63

Telinga

Lintang